Kamis, 09 Agustus 2012

Curchollilo

Sore itu …, di Warkop Elkahfie ’87 tampak ramai sekali, mereka menunggu adzan maghrib berkumandang, memang sudah menjadi kebiasaan Mas Tirto ketika bulan Ramadhan tiba, Mas Tirto mempersiapkan ta’jil gratis, wal hasil warungnya tak pernah sepi pengunjung ….
Ketika salah seorang pengunjung bertanya kepada Mas Tirto “tiap hari menyediakan ta’jil seperti ini apa tidak takut rugi Mas …??”
Sembari senyum Mas tirto menjawab dengan kata-kata yang ringan saja, tapi penuh makna “rugi dunyo ra dadi opo, rugi akhirat bakal ciloko.” (kerugian di dunia tak menjadi masalah, tapi kerugian akhirat dapat mencelakakan)

Setelah mempersiapkan ta’jil, untuk melepas lelah Mas Tirto duduk-duduk bersama Radyan dan Neng Tyas.
Tiba-tiba di depan pintu... Indra datang bersama seorang temannya yang belum pernah ke warkop ini …
“Assalamu’alaikum ….”
“Wa’alaikumussalam Warohmatulloh …” jawab para penghuni warkop hampir bersamaan
Tanpa menunggu dipersilahkan Indra langsung mengambil tempat duduk di samping Mas Tirto sambil mengatakan pada Radyan “kasih teman saya ini tempat duduk”
Radyan pun bergeser.
“Ini teman saya, saya biasa memanggilnya “Lilo”, dia datang dari jauh, kesini untuk berlibur dan mencari pengalaman” kata Indra
Mas Tirto pun menjabat tangannya, begitu juga dengan Radyan, Neng Tyas hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum, Sedangkan mereka yang jauh hanya melabaikan tangan.
Sambil menikmati udara sore itu Mas Tirto mengisinya dengan mendendangkan sya’ir jawa:
Urip ing dunyo piro suwene … (hidup di dunia itu berapa lama…?)
Ibarate wong mampir ngombe … (ibaratnya, seperti orang yang mampir minum)
Rugi dunyo ra dadi opo … (rugi dunia dan perniagaannya tidaklah mengapa)
Rugi akhirat bakal ciloko … (rugi pahala akhirat dapat mencelakakan)
Kata itu di ulang berkali-kali oleh Mas Tirto… sampai-sampai Indra merasa bosan, hingga ia bertanya dengan sedikit meledek: “koq daritadi itu-itu saja Mas …? Apa tidak ada sya’ir yang lain..?
“Sebenarnya banyak Ndra, hanya saja yang aku hafal dan paling aku suka cuma bagian itu” jawab Mas Tirto sembari tersenyum kecil.
Lilo pun turut tersenyum dan mulai bicara: “Iya Mas, sya’irnya bagus banget, menjadikan hati saya yang tadinya galau menjadi sedikit lebih tenang”
“Nah.. Tu kan Ndra aku dapat sponsor, kalau kamu tidak suka dengan sya’ir-ku, silahkan menyanyi sendiri saja Ndra” ledek Mas Tirto
“Galau itu makanan apa ya Mas..?” sahut Radyan “apakah galau itu sejenis telau (baca: telo = ketela)??
Seisi warung pun tertawa.. Hehee..
“Memangnya sedang ada masalah apa koq bawa-bawa si galau …??” Tanya Masa Tirto
“Hmm… ceritanya saya mulai darimana ya…sebentar” sambil memegang jidatnya Lilo berfikir merangkai cerita.

“Begini Mas…,” Lilo mulai bercerita “saya punya teman wanita, sepengetahuan saya: dia itu baik dan perasaan saya…, selama ini saya belum pernah mengenal orang sebaik dia, Dia itu lain dari yang lain, Dia adalah wanita terbaik yang pernah kukenal.  Maka saya tak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena saya pikir dia sangat pantas untuk dijadikan pendamping hidup yang dapat membahagiakan dunia akhirat. Ketika saya memberanikan diri untuk mengatakan isi yang terkandung dalam hati saya, ternyata dia mau, artinya menerimanya ….  Subhanallah wal hamdulillah…. Tak henti-hentinya saya bersyukur kepada Allah SWT”

Waahh… Selamat ya…” kata Indra sambil menjabat tangan Lilo
“Apaan sich Ndra …. Ceritanya belum selesai nich …” kata Lilo yang kemudian melanjutkan ceritanya.

“Waktu berlalu …. Dia pun harus pergi keluar kota, untuk sebuah tugas yang tidak dapat ditunda lagi, maka saya pun memutuskan untuk menantinya, dan kami pun sepakat (kan kusediakan perangkat sholat). Setelah sekian lama… hari demi hari berlalu berganti minggu,, minggu berganti minggu hingga berbulan-bulan saya menanti akhirnya dia kembali juga…, saya begitu senang dan bahagia sekali dia bisa kembali, namun diluar dugaan saya …. Dia kembali untuk menjelaskan tentang sesuatu, memberi pemahaman kepada saya dan mengakhiri kalimatnya dengan mengatakan “jangan pernah menunggu saya lagi” katanya …. Saya pun terkejut, dan meredam paksa gejolak hati yang saya rasakan, seakan-akan hendak meledak. Padahal selama ini…, saya sudah mencoba bersabar, yakin dan tak ingin mengkhianatinya, sedangkan selama proses menanti itu, ada banyak iklan yang mampir, maksud saya teman-teman yang ingin memperkenalkan kawannya, tapi kepada semua saya katakan “maaf, saya sedang menanti seseorang”, tapi nyatanya sekarang semua sia-sia …, hilang sudah waktu-waktuku... kini... hanya ada rasa yang mengganjal dihati ini…. Yasudahlah, saya pun tidak akan memaksanya …, lagipula dia juga telah berulang-ulang minta maaf…”

“Hmm… Pasti sakit banget ya Mas? Celetuk Radyan
“Ya pastilah Yan…” sahut Neng Tyas yang daritadi hanya mendengarkan saja, “masa’ kamu sudah lupa dengan kisah Sang Pemanah di Bengkel Elkahfie ’50 yang dulu..?” Lanjut Neng Tyas "Kamu dapat melesatkan anak panah..., lalu mencabutnya kembali. Tak peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada. Luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik...!!"

“Itu salahmu sendiri…” kata Mas Tirto
Loch koq jadi saya yang salah…?” kata Lilo dengan nada terkejut “kesalahan saya dimana Mas..?”
“Di hatimu sendiri…” jawab Mas Tirto “kalau Nabi Musa as, pernah dikecewakan apalagi kamu yang bukan Nabi, keponakan Nabi juga bukan …”
Eit… sebentar Mas” potong Indra
“Ada apa Ndra…??” tanya Mas Tirto
“Jangan dilanjutkan dulu Mas…, saya mau kebelakang sebentar, sudah tidak tahan nich Mas…” jawab Indra, seakan tak ingin ketinggalan cerita
“Kamu ada-ada saja, yasudah cepetan pergi sana…”
Indra segera pergi menuju kamar kecil,  dan buru-buru kembali ke tempatnya
Setelah Indra kembali, Mas Tirto segera melanjutkan ceritanya lagi.

“ketika itu Nabi Musa as, diperintahkan oleh Allah SWT, pergi ke bukit thursina untuk menerima wahyu (Kitab Taurat), sedangkan umatnya diserahkan kepada saudaranya yang bernama Nabi Harun as, dalam kesempatan itu telah digunakan oleh Samiri (tukang sihir yang pandai) untuk membuat patung dari emas yang berbentuk anak lembu. eh.. patung itu bisa berbunyi mirip dengan suara lembu, lantas mereka menyembah patung anak lembu buatan Samiri itu… sedangkan Nabi Harun sudah melarang mereka tapi mereka menentang larangan Nabi Harun, tapi apalah daya, Nabi Harun juga manusia. Dan ketika Nabi Musa as, kembali dan mendapati kaumnya menyembah patung anak lembu, Nabi Musa as, marah-marah kepada Nabi Harun as…. Sampai memegang janggut dan kepala Nabi Harun as, (hal ini menunjukkan begitu besar marahnya Nabi Musa kepada Nabi Harun as, yang diperintahkan untuk menjaga amanatnya). Nah itulah sebagian dari akibat pasrah kepada manusia. Harusnya pasrah itu hanya kepada Allah SWT, bukan kepada manusia. Tentu ceritanya lain lagi jika Nabi Musa as, menitipkan kaumnya kepada Allah SWT, namun itulah cobaan Allah untuk manusia, ia dapat melewatinya cobaan itu atau tidak?… hanya kepada Allah-lah, kita kembalikan segala urusan. Laa haula walaa quwata illa billah…


“Hmm… begitu ya Mas…” kata Lilo sambil manggut-manggut
lantas Mas Tirto melanjutkan ...,
Bukan cuma itu ..., Rasulullah Saw, pun pernah dikecewakan oleh Bilal ...,
"Diriwayatkan dari Abu Qatadah r.a, yang berkata: Pada suatu malam kami menempuh perjalanan bersama Nabi Saw, sebagian orang mengatakan: “Ya Rasulullah! Sebaiknya kita beristirahat menjelang pagi ini.” Rasulullah Saw, bersabda: “Aku khawatir kalian tidur nyenyak sehingga melewatkan shalat subuh.” Kata Bilal : “Saya akan membangunkan kalian.” Mereka semua akhirnya tidur, sementara Bilal menyandarkan punggungnya pada hewan tunggangannya, namun Bilal akhirnya tertidur juga. Nabi Saw, bangun ketika busur tepian matahari sudah muncul. Kata Nabi Saw: “Hai Bilal! Mana bukti ucapanmu?!” Bilal menjawab: “Saya tidak pernah tidur sepulas malam ini”. Rasulullah Saw, bersabda: “Sesungguhnya Allah mengambil nyawamu kapanpun Dia mau dan mengembalikannya kapanpun Dia mau. Hai Bilal! bangunlah dan suarakan adzan.” Rasulullah Saw berwudhu, setelah matahari agak meninggi sedikit dan bersinar putih, Rasulullah Saw, berdiri untuk melaksanakan shalat." (HR. Bukhari)

"Janganlah hatimu mengatur, karena kamu tidak akan bisa mengurus urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT”Mestinya kamu menyadari, siapa kamu ...?
Dimana kamu ...?
Bagaimana seharusnya kamu ...?
Sadarkah kamu ...? Bahwa Allah menghadirkan berbagai macam cobaan dan ujian dalam hidup ini untuk membantu kita agar lebih mengenal, memahami dan menemukan kemampuan diri kita yang sebenarnya. Allah pun selalu memberikan pertolonganNya di saat kita sedang kewalahan. Pertolongan- pertolongan yang kadang tidak terlihat, namun terasa begitu nyata. Adanya semangat, kesabaran, kekuatan, dan harapan yang sangat besar, bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang begitu dekat. Seperti janjiNya dalam Al-Qur’an إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًۭا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyraah: 6)
Jadi untuk yang telah hilang, lupakan saja…
“Karena apapun yang menimpamu bukanlah suatu yang salah sasaran sehingga menimpamu …
Dan apapun yang hilang/ lepas darimu, hal itu memang bukan bagianmu/ bukan untukmu …”
Nikmatilah proses kehidupan ini, lakukanlah yang terbaik, dan rasakan kehadiran petunjukNya.

Tiba-tiba adzan maghrib berkumandang…
Mas Tirto pun mengakhiri ucapannya dan mempersilahkan para tamunya menikmati ta’jil yang telah dipersiapkannya
Monggo…. Monggo….