Rabu, 07 Maret 2012

Jangan Menjadi Orang Kelima

Neng Tyas duduk sendirian sambil membaca koran yang baru ia beli di penjual koran keliling....
Mas Tirto menghampiri Neng Tyas dengan membawa kopi yang masih panas,
"Radyan sama Indra kemana ya Neng? tumben jam segini koq belum nongol?" tanya Mas Tirto
"tidak tahu saya Mas, mungkin masih sibuk barangkali ...." jawab Neng Tyas

beberapa saat kemudian ....
"Assalamu'alaikum ...." ucap Radyan dan Indra hampir bersamaan
"Wa'alaikumussalam Warahmatullah ...." jawab Mas Tirto yang hampir bersamaan pula dengan Neng Tyas
lalu keduanya mencari tempat duduk di dekat Neng Tyas, sedangkan Mas Tirto kembali menyelesaikan rutinitas tugas-tugasnya yang belum kelar
"pas ...." kata Indra mengawali ocehannya
"apanya yang pas ..., Ndra?" tanya Radyan
"pas kita datang, pas ada kopi ..., hehee ...."
"ini namanya rejeki ..., rejeki dari Allah buat kita Ndra ..., Alhamdulillah" timpal Radyan
"sruuup...." setelah nyruput Indra berlari keluar, memuntahkan kopi yang ada dimulutnya
"kenapa Ndra ....?"
"rasanya koq pahit, Mas Tirto ga' ikhlas barangkali ....??" jawab Indra
"nyruputnya sambil memandang aku, pasti manis Ndra .... aku kan manis ....?!" kata Neng Tyas, dengan sedikit manja, diiringi senyumannya yang khas
"kamu main sruput aja sich Ndra ..., sebelum minum kopi tu, kamu mesti kirim hadiah fatihah dulu pada penemu wedhang kopi, biar otakmu encer, ga' buthek seperti lethek, kalau disruput juga enak ..." kata Radyan
"kamu ada-ada saja Yan ..., mau minum kopi aja harus kirim do'a dulu, keburu dingin kopinya Yan, lagian aku juga ga' kenal sama penemu wedhang kopi"
Tiba-tiba Mas Tirto duduk disamping Indra, dan langsung mengaduk kopi yang ada di depannya ....
"Oooo... pantesan pahit ..." kata Indra, "kopinya belum diaduk"
"Makanya kalau mau minum itu izin empunya kopi dulu Ndra, kan belum kupersilahkan" kata Mas Tirto sembari tersenyum ....
"kalian darimana saja ...? koq baru nongol ...?"
"kami habis dari jalan-jalan Mas ..., nyari angin" jawab Indra
"hari ini ada berita apa Neng ....?" tanya Radyan
"hmm... ada maling tertangkap Yan" jawab Neng Tyas "maling sandal di masjid kemarin lusa itu loch, yang kamu kejar sampai disini, truss kamu dituduh maling itu loch,  dia tertangkap saat mencuri kotak amal di masjid begini nich alasan maling kalau sudah tertangkap, yang alasan terpaksalah, untuk nafkah anak dan istri, hmm ..., terpaksa koq terus-terusan, buat anak koq rejeki haram, katanya nyari yang halal susah"

"dahulu kala ..., disebuah negeri yang menerapkan hukum islam ada sebuah kisah menarik ..., kalian mau dengar ceritanya ...?" kata Mas Tirto mengawali ceritanya
"mau Mas, justru cerita-cerita itu yang bikin kami betah di warung ini ...." kata Indra 
"kalau begitu, simak baik-baik ya? jangan ada yang ngomong, apalagi bengong ..., diam dan dengarkan, tahan nafas kalian jika memang diperlukan ...."
"Mas, ceritanya kapan dimulainya kalau sampeyan bercanda terus...??" kata Radyan yang sudah tak sabar
"begini ceritanya ..., dahulu kala, disebuah negeri yang menerapkan hukum Islam, ada seorang maling yang sudah beberapa hari tidak dapat mangsa, berarti dalam beberapa hari itu ia tidak dapat pemasukan, semakin hari ia semakin gelisah. Mau mencuri ..., dia ragu-ragu, dia takut tertangkap, nyali-nya sudah mulai menciut, kalau sampai tertangkap hukumannya kan potong tangan. Kalau tidak mencuri ..., dia tidak dapat pemasukan, sedangkan perutnya sudah mulai merasakan lapar. Dia bingung ..., semakin hari ia semakin gelisah .... Suatu hari ia berjalan mengelilingi pasar, mencari mangsa ..., entah sudah berapa kali ia berputar-putar di pasar, namun ia tidak dapat apa-apa, ia terus berjalan hingga mendapati sebuah masjid, ia istirahat di serambi masjid ..., didalam masjid itu ada seorang ulama' sedang memberikan tausiah, yang kemudian diakhiri dengan sesi dialog tanya jawab, banyak dari hadirin yang menyempatkan bertanya, dari persoalan agama/ ibadah, sosial, pekerjaan, hingga permasalahan rumah tangga ..., macam dah .... Ia hanya menyaksikan dari serambi masjid, ia memperhatikan dengan seksama. Dan setelah usai ..., banyak dari para hadirin yang memberikan sumbangan berupa uang yang tidak ditentukan nominalnya sebagai ungkapan terimakasih.
Setelah istirahat di masjid itu agak lama ia beranjak pergi, dan dalam perjalanan pulang terlintas dalam pikirannya 'enak banget tu ulama', hanya menjawab beberapa pertanyaan saja dapat uang begitu banyak, sedangkan aku ..., untuk mencari uang buat makan saja tangan menjadi taruhannya.
Sesampainya dirumah ..., ia duduk termenung, pikirannya tertuju pada masjid tempat ia singgah tadi, terlintas dalam benaknya keinginan untuk menjadi seperti ulama' tadi ..., tapi ia juga bingung bagaimana caranya supaya bisa menjadi Ulama', ilmu agama ia tak mengerti sama sekali. Namun ia memiliki tekad yang kuat, mula-mula ia bertaubat kepada Allah atas semua dosa-dosanya, kemudian ia meniru gayanya ulama' ..., ia mempersiapkan segala keperluannya, berdandan seperti ulama', nada bicaranya yang dulu kasar kini berubah menjadi santun dan bijak seperti ulama', hingga cara berjalannya pun ia meniru seperti jalannya ulama', lebih banyak menunduk (menunjukkan sikap ke-tawadhu'-an), ia tidak lagi melirik dan tidak lagi menoleh kekanan dan kekiri seperti saat ia menjadi maling ..., keesokan harinya ia pergi menuju masjid, ia mulai mengikuti pengajian yang dibina oleh ulama' idolanya, satu hari ..., dua hari ..., tiga hari ..., ia aktif mengikutinya, ia juga aktif mencatat, hingga seminggu berlalu, ia baru berani membuka pengajian sendiri dirumahnya, awalnya yang mengikuti pengajiannya hanya beberapa orang saja, lama-lama banyak juga orang yang mengikuti pengajiannya, dan banyak juga yang bertanya macam-macam persoalan dan permasalahan, tapi ada syaratnya yang bertanya harus membayar sejumlah uang, nominalnya juga tidak ditentukan ..., setiap ada pertanyaan ia bilang insya Allah besok akan saya jawab ..., karena ia akan bertanya dulu pada ulama' idolanya, jadi jawabannya menunggu besok setelah ia mendapat jawaban dari ulama' ..., karena terlalu seringnya orang bertanya, dan kadangkala pertanyaan/ permasalahan orang kan sama hanya beda waktu dan tempat serta pelaku saja, dan karena ia juga rajin mengikuti pengajian dan bertanya tentang masalah kehidupan sehari-hari, lama-lama ia jadi pandai tentang agama, ia menjadi ulama' beneran."
"waah ... hebat, aku mau jadi ulama' juga kalau begitu Mas" kata Radyan
"aku juga mau jadi ulama'." sahut Indra tak mau kalah
"iiihh ..., kalian ingin jadi ulama'...?? :) hahaa..., kurangin dulu porsi makannya, masih suka main-main koq mau jadi ulama'." ledek Neng Tyas
"jangan gitu dong Neng, yang mantan maling saja bisa jadi ulama', masa' aku ga' bisa ...??" kata Indra
"Neng Tyas ini bagaimana, bukannya mendukung ..., eh malah menciutkan nyali saja ..., mungkin didunia ini saya hanya menjadi seorang blantik, siapa tahu diakhirat kelak jabatan saya bisa naik menjadi blantik syafa'at" kata Radyan
:) hehee... Kali ini Mas Tirto tersenyum agak lebar

"Ulama' adalah pewaris Para Nabi Al-ulama'u warotsatil anbiya' ...,  Para Nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka (Para Nabi) wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan Para Nabi tersebut.
Karena itu Rasulullah Saw, bersabda dalam sebuah hadits "jadilah kamu orang yang mengajar, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan, atau orang yang mencintai, dan jangan engkau menjadi orang yang kelima, maka nescaya engkau binasa" HR. Ad-Darimi, At-Thabrani ....

"maksudnya bagaimana Mas ...?" tanya Neng Tyas
"maksudnya jadilah kamu seorang yang 'alim/ ulama' (orang yang pandai), sehingga kamu dapat mengajari orang lain. Apabila belum sampai pada tingkat pandai, jadilah kamu penuntut ilmu/ seorang yang belajar kepada orang lain yang lebih pandai, baik formal maupun non formal. Apabila kesempatan yang kedua ini tidak ada karena biaya atau karena waktu atau mungkin karena usia, Maka jadilah pendengar saja melalui majlis taklim, atau melalui radio, televisi atau media-media lainnya yang membahas tentang ilmu, bukan acara hiburan loch ya ...!!, dan jika alternatif-alternatif tadi tidak memungkinkan, maka jadilah pecinta/ orang yang mencintai ulama' / orang yang mengajarkan ilmu, mencintai pelajar/ penuntut ilmu/ orang yang sedang belajar, dan mencintai pendengar ilmu/ orang yang mendengarkan tentang ilmu. janganlah menjadi orang yang kelima"

"kalau orang yang kelima itu orang yang bagaimana Mas ...?" tanya Indra
"iya Mas ..., kenapa tidak boleh menjadi orang yang kelima ...? sahut Radyan ingin tahu
"karena orang yang kelima itu adalah bukan orang yang 'alim / ulama' (orang yang tidak pandai) sehingga tidak dapat mengajari, udah gitu tidak mau belajar (tidak mencari ilmu), menjadi pendengar saja juga tidak suka, lebih-lebih orang itu tidak cinta kepada ulama', tidak cinta kepada orang yang sedang belajar dan tidak suka mendengarkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dan yang lebih parah lagi jika sampai orang itu menanamkan kebencian kepada empat orang tadi"
"hmm ..., ternyata saya masih jauh dari tingkat ulama' ...." kata Indra
"terus gimana Ndra, cita-cita menjadi ulama'nya tadi?" tanya Neng Tyas 
"gimana mau jadi ulama', belajar saja saya tak mampu, sudah terhalang waktu dan usia katanya belajar diwaktu muda itu bagai mengukir diatas batu, belajar diwaktu tua bagai mengukir diatas air, jadi saya sudah terlalu sulit untuk menghafalkan ilmu, untuk menjadi pendengar saya juga kesulitan, sudah terlalu sibuk atau sok sibuk, jadi alternatif terakhir menjadi pencinta ahli ilmu, nah ..., kalau yang ini cocok dengan saya, saya bisa cinta kepada ulama', cinta juga kepada orang yang belajar dan mendengarkan sesuatu tentang ilmu, tapi saya paling cinta kepada orang yang belajar/ pelajar"
"koq bisa begitu ...?"
"ya bisa-lah Neng, karena pelajar dikampus sebelah itu mahasiswinya cantik-cantik, jadi saya cinta sama mereka" jawab Indra penuh semangat 
"iiihh ..., dasar"

Hari sudah menjelang siang ..., warkop Mas Tirto sudah mulai dipenuhi pengunjung
obrolan mereka pun berakhir, mereka bergegas membantu Mas Tirto mengaduk kopi dan melayani para penikmat kopi ....