Senin, 26 Desember 2011

HUJAN

Sambil berkalung sarung, mirip manusia gunung… seorang lelaki gendut “Pak Tambun” mereka menyebutnya,, dia pelanggan setia warung kopi elKahfie ’87… entah syetan apa yang merasukinya, malam itu dia nerocos seperti pendekar mabuk..
 
“saudara-saudara sekalian… saya benar-benar heran dengan kalian, katanya kalian mencari, memburu dan mengejar rahmat Allah… tapi kenapa kalian justru lari dari rahmat Allah..?? hmm.. saya tak habis pikir, kalian ini maunya apa..??” celoteh Pak Tambun.

“apa..??”
Seisi warung kaget, mendengar ocehan ‘pendekar mabuk’ ini, termasuk Radyan, Indra dan Neng Tyas yang juga kaget.
“masa’ kita dibilang lari dari rahmat Allah… yang benar saja Pak..” kata Indra yang merasa tidak terima dengan ungkapan Pak Tambun.

“kalian mau bukti..??” Tanya Pak Tambun


“iya, tentu saja,,, mana buktinya kalau kami lari dari rahmat Alloh..??” kata Radyan


“tenang… jangan emosi dulu mas..” kata Pak Tambun. “buktinya adalah kemarin lusa, waktu hari Ibu, saat Ibu-ibu demo di depan warung ini,,, aku melihat kalian lari terbirit-birit, seperti di kejar-kejar anjing..” lanjut Pak Tambun sembari tertawa penuh ejekan… “hahaa…”

Seisi warung geleng-geleng kepala sambil terpingkal-pingkal…


“yeach.. itu kan hujan Pak,, daripada kita kehujanan… lebih baik lari Pak..” kata Neng Tyas

“hujan itu Rahmat Allah, kenapa anda harus lari dari Rahmat Allah…” kata Pak Tambun
“manusia memang serba terbolak-balik” lanjut Pak Tambun, “hujan koq ditakuti, katanya nanti banjir,,, banjir ditakuti katanya nanti timbul demam berdarah,,, semua nyamuk yang punya virus demam berdarah maupun yang tidak berdosa, dibunuh semuanya… memang manusia itu benar-benar egois.”
Kali ini seisi warung dibuat bengong, larut dalam renungan dan lamunan ucapan ‘Pendekar mabuk’ ini..

Tiba-tiba malam itu hujan turun dengan derasnya…. Suasana semakin dingin, kepulan asap rokok dan kopi panas seakan melawan dinginnya malam itu..

“nah… benar kan, malaikat merespon ucapan saya.. hujan..!!” kata Pak Tambun.. lagi-lagi diiringi dengan tawa hahaa..

“kalau begitu sampeyan hujan-hujanan saja Pak.., katanya mau mengejar Rahmat Alloh..?!” teriak seorang yang duduk di pojok warung, yang kemudian diikuti penghuni warung malam itu…
engga’ ach… dingin..” kata Pak Tambun
“Lho,, koq malah tidak ada semangatnya… ayo hujan-hujanan sana..“ kata kawannya sambil mendorong-dorong Pak Tambun

Mas Tirto yang daritadi hanya diam dan senyum-senyum,, kini dia berdiri dan berjalan menuju jendela warung, menatap hujan dari balik jendela…
“hujan itu seperti deru yang indah, kadang mengharmonikan,, kadang juga menakutkan…” kata Mas Tirto,


"wah,, jadi teringat masa kecil saat menyanyikan lagu: tik.. tik.. tik.. bunyi hujan di atas genting..." sahut Neng Tyas.


Mas Tirto melanjutkan... "jika hujan, angin, badai dan banjir merupakan bagian dari sekolahan alam... maka..."


"sebentar Mas..." potong Radyan "malam-malam begini mana ada sekolahan buka..??, dah tutup semua Mas..!"

"ohya...kalau begitu,, kampus alam saja dah,,, kan ada kuliah malam.." kata Mas Tirto sembari tersenyum.. :)
kemudian Mas Tirto membaca ayat Al-qur'an,, lantas mengartikan maknanya "Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." 2 : 22
"jadi hujan adalah Rahmat Allah,, Dia menurunkan Rahmat-Nya bersama dengan air yang turun, dan Allah menurunkan air hujan itu sesuai dengan kadarnya.. dapat kita bayangkan.. sekiranya turunnya air hujan itu seperti air bah yang jatuh dari langit,, pasti kehidupan di dunia ini akan rusak... dari hujan itu tumbuhlah buah-buahan sebagai rizky bagi kita dan memberikan rumput-rumputnya kepada binatang ternak... hal ini menunjukkan Rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya..."


"tapi... kalau dari hujan itu.. atau setelah kita kehujanan, koq kemudian sakit flu/ demam bagaimana...??" tanya Indra


"itu rizky buat para dokter Ndra..." sahut Neng Tyas.


"kalau sampai mati...??"


"kalau sampai mati,, rizky untuk tukang gali kubur..." celetuk Pak Tambun
:) hehee...


"jika kita bersyukur kepada Allah..." lanjut Mas Tirto... "apapun bencana yang di timbulkan oleh hujan, pasti menjadikan kita semakin dekat dengan Allah, maka hujan itu adalah Rahmat. tetapi jika hujan ini menimbulkan keluhan, makian...  padahal belom juga kehujanan sudah memaki-maki hujan... katanya hari hujan,, kerjaan jadi tertunda, tidak bisa kemana-mana, jalan-jalan juga gagal... apalagi kalau hujan di malam minggu,, tidak bisa ngapelin pacar dunk...!! :) hehee... maka hal semacam ini adalah musibah... Namun dalam musibah itu ada rahmat Allah... Allah membungkus Rahmat-Nya dalam musibah, agar kita berdzikir dan semakin mendekat kepada-Nya, bukankah Rasulullah Saw, telah mengingatkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim: Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim) 
maka... darpiada kita tenggelam dalam rasa jengkel akibat hujan, lebih baik kita manfaatkan waktu hujan itu untuk berdo'a memohon kepada Allah SWT.."


lalu hujan reda... bersamaan dengan redanya hujan,,, Mas Tirto mengakhiri bicaranya dengan mengangkat kedua tangannya,, memuji syukur kepada Allah SWT, dan kemudian berdo'a...

Kamis, 22 Desember 2011

Lisan Ibu-ibu


Hari masih terlalu pagi...
tapi,, di halaman, depan warung kopi elKahfie '87 tampak ramai sekali, seperti pasar,,, rombongan ibu-ibu berkumpul dan berteriak-teriak,, dari ibu-ibu yang muda hingga nenek-nenek juga ada.. mereka membawa spanduk, poster dan kalender... aneka macam rasa uneg-uneg yang selama ini mendongkol di hati, mereka tumpahkan diatas spanduk dan poster dalam bentuk kata-kata sederhana...

"lucu-lucu nich ibu-ibu...." kata Indra,
Indra dan Radyan memang sejak subuh tadi sudah berada di warung, "lihat Yan ibu yang di pojok itu,, yang membawa poster bertuliskan: Naikkan belanja bulanan"
"jatah uang belanjanya barangkali kurang Ndra..."
"lihat yang di belakang itu Ndra..., posternya nenek tuh.. : Bang Thoyib pulang dunk..!!"
:) hehee... "ngapain nenek-nenek ikutan juga"
"nenek juga ibu kan Yan..." timpal Indra

diantara ibu-ibu itu muncul seorang sosok yang tidak asing bagi Radyan dan Indra..,
dia Neng Tyas,,
Neng Tyas berorasi di depan ibu-ibu,,.. tapi, ibu-ibu bukannya mendengarkan dan ikut memberi semangat,, malah ngrumpi sendiri-sendiri,, (maklumlah,, ibu-ibu "tiada hari tanpa ngrumpi..") ada yang ngomongin arisan, ada yang ngomongin sinetron, gosip-gosip,, dan berbagai macam obrolan... pokoknya banyak dah..
tak terasa hari sudah mulai siang,, Neng Tyas pun mengakhiri orasinya..

: pucuk di cita ulam pun tiba....
Mas Tirto tau saja, kalau ibu-ibu sedang haus,,

Mas Tirto keluar membawakan minuman dan hidangan ala kadarnya untuk ibu-ibu... "silahkan bu..!!."

melihat Mas Tirto di luar bersama ibu-ibu,, Radyan dan Indra pun lari keluar menghampiri mereka..
tanpa basa-basi, Indra bertanya langsung pada Neng Tyas: "acara apa nich Neng..??"
"dalam rangka apa..??" sahut Radyan.
"emang kalian tidak tau ya..??" Neng Tyas balik tanya: "ini hari apa..??"
"hari kamis.." jawab Indra
"yakin hari kamis..??" kata Neng Tyas "coba tanyakan nenek yang membawa kalender itu...!!"
Radyan pun menghampiri nenek yang membawa kalender dan bertanya: "permisi Nek, mau numpang tanya... sekarang hari apa ya nek..??"
"ayeuna teh dinteun sepuh urang, utamina ibu da ari enin mah ngiringan weh, supados henteu colongok teuing di rorompok" jawab si nenek.
"owh.. hatur nuwun nek.." kata Radyan sambil manggut-manggut dan berlalu..
"bagaimana Yan..?? sudah tau kan sekarang hari apa..??" tanya Neng Tyas
"hmm... belom, si nenek ngomong pake bahasa sunda, saya kan tidak paham bahasa sunda..." jawab Radyan
"sekarang itu hari ibu Yan... kami (ibu-ibu) disini, tidak lain hanya untuk menyampaikan aspirasi kami, uneg-uneg kami dan menumpahkan perasaan kami.." kata Neng Tyas
"owh.. begitu,," kata Indra, sambil manggut-mangut, seakan baru tahu.
"tapi, kalau masalahnya ada didalam rumah/ keluarga, kenapa turun ke jalan..? kenapa diselesaikan di jalanan...? koq tidak dirumah saja..??" tanya Indra.
"namanya orang kan macam-macam Ndra,, ada yang pendiam, ada yang terbuka (blak-blakan), ada yang biasa saja..." jawab Neng Tyas.. "kami mewakili aspirasi ibu-ibu yang pendiam-pendiam itu, yang tidak berani bicara di depan suaminya... daripada ndongkol dihati, kan lebih baik disampaikan... berharap para suami tahu diri... gitu.."
"truss.. kalau kalender itu untuk apa..?? perasaan tanggal 22 bukan tanggal merah, tapi yang dibawa tu koq warnanya merah...??" tanya Radyan
"kalau yang itu.. kami berharap 22 tanggal merah,, hari libur para ibu..." jawab Neng Tyas sembari tersenyum :)

"belom pada mau bubar nich ibu-ibu.." kata Mas Tirto memecah keriuhan pagi menjelang siang itu
"belooooooooooommmm..." jawab ibu-ibu kompak.

"Sampeyan-sampeyan sudah tahu kan bu... sorga itu berada di bawah telapak kakinya sampeyan-sampeyan para ibu... coba dilihat, sorganya ada kan...??" kata Mas Tirto
seketika itu mereka menundukkan kepalanya... mencari sorga yang yang katanya berada di bawah telapak kakinya...
"sorga itu indah ya..." celetuk seorang ibu yang masih muda "seperti kakiku..." sambil tersenyum tersipu.
ibu yang di pojok pun tak mau kalah.. "hmm... ternyata sorga itu seperti bangunan tua, retak-retak seperti mau roboh..."
karena ucapannya yang dirasa aneh ini,, beliau pun menjadi sorotan beberapa pasang mata ibu-ibu yang berada di samping kanan kirinya... tak ketinggalan Indra dan Radyan pun menjadi penasaran, kemudian mendekati si ibu.
setelah dilihat dan diperhatikan dengan seksama, "kalau itu sich bukan sorganya yang hendak roboh bu..., itu kakinya ibu yang pecah-pecah.." kata Indra,
mereka pun tertawa... eh, si nenek ikut tertawa juga... giginya tinggal dua... :) hehee...
"maksud saya bukan itu bu.." sambung Mas Tirto.
"kenapa sorga itu berada di bawah kaki ibu..?? bukan di atas kepala/ yang lainnya..??" tanya Indra
"supaya seperti ibu-ibu tadi, saat mencari sorga... supaya menundukkan pandangan, tidak lirik sana, lirik sini... supaya tunduk terhadap suami.. tawadhu'/ rendah hati... agar tercipta kebahagiaan yang hakiki dalam keluarga, sehingga melahirkan "BAITI JANNATI" (rumahku adalah sorgaku).
dalam alqur'an, Allah SWT berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (Ar Ruum: 21)
dalam ayat ini ada kata: mawaddah wa rahmah... dalam rumah tangga, semestinya ada mawaddah dan rahmah, mawaddah berarti rasa cinta/ kasih suami pada istri, dan juga sebaliknya,, rasa cinta/ kasih istri pada suami.. pada umumnya rasa cinta/ kasih itu muncul disaat situasi dan kondisi baik, ketika istri masih muda, parasnya masih cantik, kulitnya masih kenceng, senyumnya juga masih manis,,, alhasil suami cintanya suami setinggi himalaya.. katanya... :) hehee...
tetapi,, jika istri sudah tidak menarik, kulitnya sudah keriput, senyumnya pun terlalu lebar... karena sudah tak ber-gigi, di tambah lagi kelakuan istri yang membuat suami sakit hati,, biasanya rasa cinta itu mulai terkikis bahkan bisa habis dan hilang tak berbekas...
bukankah banyak rumah tangga yang ruwet, berantakan,, dan tidak jarang banyak yang berakhir/ bubar, gara-gara masing-masing pihak, suami/ istri merasa paling benar dengan pendapatnya.. meskipun tidak sampai bubar, tapi kalau suasananya selalu ribut,... mana tahan...
kadang hanya karena sambal yang keasinan aja bisa menjadi perdebatan panjang...
oleh sebab itu dalam rumah tangga juga diperlukan rahmah, rasa sayang,, bagaimanapun kondisi suami, istri tetap sayang, sebaliknya.. bagaimanapun kondisi istri, suami tetap sayang,, alangkah bahagianya suami, jika mempunyai istri yang penuh rahmah, meskipun usaha suami bangkrut, istri tetap sayang.. di hibur dan di do'akan.. bukan malah di maki-maki... dasar suami tidak becus masa' nyari untung aja ga' bisa,,
bukan demikian...!! sebaiknya kan,,, "kita memang sedang di uji bang,, Alloh masih menyimpan rizky kita,, mudah-mudahan besok atau lusa abang dapat untung yang lebih banyak ya bang... sabar ya bang..."
Rasulullah Saw, jauh-jauh hari telah berpesan: "Salamatul insaan fii hifdzil lisan" (Selamatnya manusia tergantung dari upayanya menjaga lisan) kalau lisan/ lidah tidak di kendalikan maka akan muncul kata-kata yang kasar dan menyakitkan, apalagi jika suasana hati sedang panas membara,, mulut yang tidak biasa dijaga akan semakin menjadi-jadi.."
tiba-tiba.. ocehan Mas Tirto dihentikan turunnya hujan. ibu-ibu pun kabur dengan sendirinya.. mengingat jemurannya tadi pagi.
Mas Tirto, Indra, Radyan dan Neng Tyas pun berlari menuju warung kopi elKahfie '87