Selasa, 22 November 2011

Belajar di Warkop

Sore itu… jalan menuju desa terlihat sunyi, dan berkabut.... tersibaklah kesunyian itu oleh seorang anak kecil yang berjalan sambil menjinjing sarungnya, karena takut ujung sarungnya terkena genangan air hujan, dilihatnya sebuah gubug di tepi jalan, ia pun menghampirinya sambil membawa sandal jepit yang lepas talinya… kemudian ia mencari tempat duduk untuk melepaskan penat yang menyerang dirinya, sambil menjulurkan kepalanya, matanya pun menerawang jauh,,,, ia bergumam: “achh.. rumah Pak Ustadz masih jauh, mungkin sampai disana nanti aku terlambat…” kelihatannya ia pun mulai diserang rasa keragu-raguan untuk melanjutkan perjalanannya, entah karena rumah Pak Ustadz yang masih jauh, atau karena sandal yang mengganggu perjalanannya,, belum lagi syetan yang dengan kesabarannya masih setia membisikkan keraguan dalam hatinya…

Disaat kebimbangan mengganggu pikirannya, matanya tertuju pada sebuah warung di seberang jalan… terlihat dari kejauhan, seseorang melambaikan tangan, seakan memanggilnya dan menyuruhnya mendekat,,, ditengoknya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan, tak ada orang lain... kemudian dia berdiri dan beranjak menghampiri pemilik tangan yang melambai itu…
“Berteduh disini saja dik…!!” Kata Neng Tyas, dia mengangguk asal mengangguk.
Kemudian Neng Tyas mempersilahkan dia duduk di antara Radyan dan Indra.
“Adik darimana,, hendak kemana??” Tanya Radyan.
“saya dari desa sebelah… awalnya  tadi saya hendak mengaji menimba ilmu agama di Ustadz Hasan, tapi… hmm….”
“Minum teh hangat ini dulu,, kemudian dilanjutin ngobrolnya…” kata Mas Tirto, sambil membawa teh hangat dan sepiring makanan kecil untuk mereka.. kemudian mempersilahkan.. “silahkan di minum…!! mumpung masih hangat...”
“Nahh.. ini yang di tunggu-tunggu daritadi…” kata Indra, "silahkan dicicipi dik... ini namanya Rondo Royal,,, Tape Goreng kebanggaan warung ini…. cobain deh.. enak koq..!!”
Setelah nyruput teh hangat buatan Mas Tirto,, dia melanjutkan ceritanya.. “tapi,, rumah Pak Ustadz masih jauh,, daritadi hujannya juga tidak berhenti-berhenti…, hujan-hujan gini saya pinginnya dirumah saja.. bermain-main bersama teman atau tidur kan enak.... toh saya sudah bisa membaca alqur’an....”
“jangan begitu dik…” kata Neng Tyas sembari tersenyum manis.
“ada sebuah cerita begini..” Neng Tyas mengawali ceritanya… “suatu hari, Timur Lenk menghadiahkan Nasrudin seekor keledai, tetapi Timur Lenk berkata: “ajari keledai itu membaca, dalam dua hari datanglah kembali kemari, aku ingin melihat hasilnya..”
Nasrudin berlalu,,, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara… Timur Lenk menunjuk sebuah buku besar, Nasrudin pun menggiring keledainya ke buku itu dan membuka sampulnya, si keledai menatap buku itu dan tak lama mulai membalik halaman buku itu dengan lidahnya, terus menerus dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasrudin.. “demikianlah” kata Nasrudin “keledaiku sudah bisa membaca” Timur Lenk mulai menginterogasi,, “bagaimana caramu mengajari dia membaca??” Nasrudin berkisah: “sesampai dirumah aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku,, dan aku sisipkan biji-biji gandum didalamnya, keledai itu harus belajar membalik-balikkan halaman buku dengan benar. “tapi..” tukas Timur Lenk tidak puas,, “bukankah ia tidak mengerti apa yang di bacanya..??” nasrudin menjawab: “memang,,, demikianlah cara keledai membaca ,, membalik-balikkan halaman tanpa mengerti isinya,,, kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya.. berarti kita setolol keledai bukan..???

:) hehee…. Seisi warung pun tertawa bersama…

“Kalau saya belajar sendiri dirumah bagaimana kak???”
“Belajar sendiri juga tidak boleh” sahut Radyan
“Kenapa??”
“karena,,,,  orang belajar tanpa guru, berarti gurunya adalah syetan.., jika gurunya syetan maka bukan kebenaran yang di dapatkan,, tapi malah kesesatan.” Jawab Radyan,
kemudian Radyan berkisah: “ada seorang Imam di sebuah masjid yang suka belajar sendiri tanpa perantara guru, setiap sholat beliau membawa pisau dan seekor tikus.. karena beliau imamnya, maka makmumnya ikut semua,, Suatu hari ada seorang Ulama’ sholat disitu.. Ulama’ ini heran, dalam hatinya beliau berkata "baru sekarang ini saya melihat ada orang sholat bawa pisau dan seekor tikus", kemudian beliau bertanya kepada salah satu  jamaahnya: “kenapa imammu seperti ini...??”
“beliau (Pak Imam) melakukan ini karena ada dasarnya,, untuk lebih jelasnya silahkan anda tanyakan sendiri pada beliau, karena saya ini orang awam” jawab jamaah itu.
lantas Ulama’ tadi bertanya langsung kepada Imam masjid itu: “maaf sebelumnya Pak Imam,, katanya anda melakukan sholat seperti ini ada dasarnya..?? boleh saya tahu dasarnya..??” maka di ambillah kitab yang sangat tebal, yang dijadikan dasar ibadahnya.. “ini.. disini tertulis demikian... silahkan dibaca..” sang Ulama’ manggut-manggut “terimakasih pak.. insya Alloh besok saya akan kemari lagi....”
Keesokan harinya sang Ulama’ datang lagi dengan membawa beberapa kitab yang tak kalah tebal, dan di tunjukkan kitab yang sama dari beberapa kitab yang dibawa Ulama' tersebut
.... فَامْشُوْا اِلَى الصَّلآةِ وَعَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةَ وَالْوَقَارُ ....
 ”... Berjalanlah untuk mendirikan sholat dengan baik dan tenang ....”
  Pak Imam terperanjat “loch… koq lain ya,,, koq tidak sama ya...punya saya koq
.... فَامْشُوْا اِلَى الصَّلآةِ وَعَلَيْكُمُ السِّكِيْن وَالفَأْر ....
".... dengan pisau dan seekor tikus ....”
Sang Ulama’ tersenyum.. “iya pak,, punya sampeyan assakinah : ta' marbutohnya ilang,, jadi assikin. lalu wal waqor : huruf wau-nya ilang, titiknya qof juga ilang satu, maka berubah menjadi fa'.. ada tambahan hamzah-nya lagi.. jadi lafadz yang seharusnya wal waqor berubah jadi wal fa'r... karena kitabnya sampeyan salah cetak…!!!"

Seisi warung kembali tertawa…. :) Hehee…

“Nah,, makanya jangan belajar sendiri…!!!”

“Kalian ingat tidak kisah Nabi Musa as,??..” kata Mas Tirto mengawali ceritanya... “ketika Nabi Musa as, berkhotbah di depan kaumnya (Bani Israil),, tiba-tiba salah seorang dari kaumnya maju dan berseru dengan lantang: “Wahai Nabiyulloh… siapakah dimuka bumi ini yang paling alim??”
“aku”  jawab Nabi Musa,, merasa kurang puas, orang tersebut bertanya lagi: “apakah masih ada dimuka bumi ini orang yang kepandaiannya melebihimu??” Nabi Musa as, spontan menjawab: “tidak ada”

Sebenarnya Nabi Musa as, tidak berbohong, beliau jujur, karena sifat Nabi adalah jujur.. Nabi Musa as, adalah Nabi terbesar Bani Israil, beliau penakluk Raja Fir’aun, memiliki mu’jizat yang luar biasa, beliau juga bergelar kalimullah (orang yang dapat berdialog dengan Allah SWT) hanya saja.. beliau lupa menyandarkan pengetahuannya kepada Allah SWT, karenanya beliau langsung mendapat teguran dari Allah SWT, di wahyukan kepada Nabi Musa as, agar beliau menemui hambanya yang lebih alim darinya. orang tersebut berada diantara pertemuan dua samudera, ia adalah seorang hamba yang sholih serta diberi rahmat dan ilmu dari sisi Allah SWT, (Ulama' mufassirin menyebutnya Khidlir, kabarnya beliau masih hidup hingga sekarang) sehingga dari orang tersebut/ Khidlir, Nabi Musa as, dapat memperoleh tambahan pengetahuan,.
Dari sini dapat kita ambil pelajaran, Nabi Musa as, mendatangi ilmu/gurunya, bukan mendatangkan guru ke tempat/rumahnya karena beliau sangat menghormati ilmu. Petunjuknya pun masih samar.. kalau pun Nabi Musa as, mau, beliau tinggal meminta kepada Allah SWT, datangkan orang sholih itu kemari,, tp hal itu tidak dilakukan Nabi Musa as, meskipun beliau sendiri tidak tahu… dimana letak pertemuan dua samudera itu?? kalau sekarang kan jelas, kalau kalian ingin belajar ilmu ini atau itu.. silahkan datangi universitas ini/ sekolah ini/ pondok pesantren ini, alamatnya disini… dari sini naik bus sampai terminal, lalu naik oplet setelah sampai di perempatan naik ojek 5 km.. nah, disitu tempatnya,,, tuh,, kelihatan gedungnya tuh...
:) hehee....
dan satu lagi.. tekadnya Nabi Musa as, yang patut di contoh,,, seberapa jauhnya.. beliau bertekad akan menjemput ilmunya..

dalam alqur’an surat Alkahfi disebutkan: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai kepertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. (60) Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.(61) Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."(62) Karena teramat jauhnya perjalanan, Nabi Musa as, yang memiliki fisik yang kuat pun merasa letih.. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."(63) Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.(64)
Ketika diingatkan oleh muridnya, tentang perjalanannya yang tersesat jauh pun Nabi Musa as, tidak marah-marah,, kalau kita mungkin sudah marah-marah kale ya,, “kamu ini bagaimana, dudul amat loe. jadi orang...”
:) hehee..


Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami(65) Musa berkata kepada Khidlir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"(66)
Singkat cerita.. ketika Nabi Musa as, bertemu dengan hamba yang sholih itu/ Khidlir.. dengan adab/ sopan santunnya beliau memohon diajarkan sesuatu tentang ilmu… tidak dengan kesombongan,, bisa kita lihat dari tata bahasanya: ”bolehkah aku mengikutimu..??” tidak memaksa: “ajarilah/ ajarkan”. Karena beliau juga menghormati gurunya.
Ringkas cerita… ketika keduanya berjalan di tepi laut. Tiba-tiba ada seekor burung camar datang dan mencelupkan paruhnya ke dalam air laut, kemudian mengusapkan air ke sayapnya. Burung tersebut terbang ke arah timur, lalu terbang lagi ke arah barat… tiba-tiba burung itu datang lagi dan mengeluarkan suara/ berkicau. Khidlir/ hamba yang sholih berkata kepada Nabi Musa as, : “tahukah kau, apa yang dikatakan burung tadi..?” ” tidak” jawab Musa.
Khidir melanjutkan,: burung tadi berkata: "ilmu yang telah diberikan kepada kalian ini sebanding dengan apa yang aku ambil dengan paruhku di lautan ini”
Nah.. kalau ilmunya khidlir dan Nabi Musa as, saja sebanding dengan paruh burung yang dicelupkan ke dalam air laut, lalu… bagaimana dengan kita..?? bukankah ilmu kita lebih sedikit..?? kenapa sudah sombong?? Kenapa tidak mencari tambahan ilmu..?? kenapa masih bermalas-malasan??
Dari kisah Nabi Musa as, ini marilah kita tingkatkan semangat mencari ilmu.. janganlah bermalas-malasan.. agar tidak ada penyesalan di kemudian hari…
Seisi warung pun manggut-manggut…

Hari semakin senja,, hujan sudah berhenti daritadi... gema adzan maghrib pun berkumandang… Mas Tirto menyudahi ceritanya...
“Setelah sholat maghrib…  kamu boleh langsung pulang..” kata Neng Tyas kepada anak kecil yang baru di kenalnya itu..  
kemudian mereka bergegas menuju masjid untuk berjamaah sholat maghrib…