Kamis, 09 Agustus 2012

Curchollilo

Sore itu …, di Warkop Elkahfie ’87 tampak ramai sekali, mereka menunggu adzan maghrib berkumandang, memang sudah menjadi kebiasaan Mas Tirto ketika bulan Ramadhan tiba, Mas Tirto mempersiapkan ta’jil gratis, wal hasil warungnya tak pernah sepi pengunjung ….
Ketika salah seorang pengunjung bertanya kepada Mas Tirto “tiap hari menyediakan ta’jil seperti ini apa tidak takut rugi Mas …??”
Sembari senyum Mas tirto menjawab dengan kata-kata yang ringan saja, tapi penuh makna “rugi dunyo ra dadi opo, rugi akhirat bakal ciloko.” (kerugian di dunia tak menjadi masalah, tapi kerugian akhirat dapat mencelakakan)

Setelah mempersiapkan ta’jil, untuk melepas lelah Mas Tirto duduk-duduk bersama Radyan dan Neng Tyas.
Tiba-tiba di depan pintu... Indra datang bersama seorang temannya yang belum pernah ke warkop ini …
“Assalamu’alaikum ….”
“Wa’alaikumussalam Warohmatulloh …” jawab para penghuni warkop hampir bersamaan
Tanpa menunggu dipersilahkan Indra langsung mengambil tempat duduk di samping Mas Tirto sambil mengatakan pada Radyan “kasih teman saya ini tempat duduk”
Radyan pun bergeser.
“Ini teman saya, saya biasa memanggilnya “Lilo”, dia datang dari jauh, kesini untuk berlibur dan mencari pengalaman” kata Indra
Mas Tirto pun menjabat tangannya, begitu juga dengan Radyan, Neng Tyas hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum, Sedangkan mereka yang jauh hanya melabaikan tangan.
Sambil menikmati udara sore itu Mas Tirto mengisinya dengan mendendangkan sya’ir jawa:
Urip ing dunyo piro suwene … (hidup di dunia itu berapa lama…?)
Ibarate wong mampir ngombe … (ibaratnya, seperti orang yang mampir minum)
Rugi dunyo ra dadi opo … (rugi dunia dan perniagaannya tidaklah mengapa)
Rugi akhirat bakal ciloko … (rugi pahala akhirat dapat mencelakakan)
Kata itu di ulang berkali-kali oleh Mas Tirto… sampai-sampai Indra merasa bosan, hingga ia bertanya dengan sedikit meledek: “koq daritadi itu-itu saja Mas …? Apa tidak ada sya’ir yang lain..?
“Sebenarnya banyak Ndra, hanya saja yang aku hafal dan paling aku suka cuma bagian itu” jawab Mas Tirto sembari tersenyum kecil.
Lilo pun turut tersenyum dan mulai bicara: “Iya Mas, sya’irnya bagus banget, menjadikan hati saya yang tadinya galau menjadi sedikit lebih tenang”
“Nah.. Tu kan Ndra aku dapat sponsor, kalau kamu tidak suka dengan sya’ir-ku, silahkan menyanyi sendiri saja Ndra” ledek Mas Tirto
“Galau itu makanan apa ya Mas..?” sahut Radyan “apakah galau itu sejenis telau (baca: telo = ketela)??
Seisi warung pun tertawa.. Hehee..
“Memangnya sedang ada masalah apa koq bawa-bawa si galau …??” Tanya Masa Tirto
“Hmm… ceritanya saya mulai darimana ya…sebentar” sambil memegang jidatnya Lilo berfikir merangkai cerita.

“Begini Mas…,” Lilo mulai bercerita “saya punya teman wanita, sepengetahuan saya: dia itu baik dan perasaan saya…, selama ini saya belum pernah mengenal orang sebaik dia, Dia itu lain dari yang lain, Dia adalah wanita terbaik yang pernah kukenal.  Maka saya tak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena saya pikir dia sangat pantas untuk dijadikan pendamping hidup yang dapat membahagiakan dunia akhirat. Ketika saya memberanikan diri untuk mengatakan isi yang terkandung dalam hati saya, ternyata dia mau, artinya menerimanya ….  Subhanallah wal hamdulillah…. Tak henti-hentinya saya bersyukur kepada Allah SWT”

Waahh… Selamat ya…” kata Indra sambil menjabat tangan Lilo
“Apaan sich Ndra …. Ceritanya belum selesai nich …” kata Lilo yang kemudian melanjutkan ceritanya.

“Waktu berlalu …. Dia pun harus pergi keluar kota, untuk sebuah tugas yang tidak dapat ditunda lagi, maka saya pun memutuskan untuk menantinya, dan kami pun sepakat (kan kusediakan perangkat sholat). Setelah sekian lama… hari demi hari berlalu berganti minggu,, minggu berganti minggu hingga berbulan-bulan saya menanti akhirnya dia kembali juga…, saya begitu senang dan bahagia sekali dia bisa kembali, namun diluar dugaan saya …. Dia kembali untuk menjelaskan tentang sesuatu, memberi pemahaman kepada saya dan mengakhiri kalimatnya dengan mengatakan “jangan pernah menunggu saya lagi” katanya …. Saya pun terkejut, dan meredam paksa gejolak hati yang saya rasakan, seakan-akan hendak meledak. Padahal selama ini…, saya sudah mencoba bersabar, yakin dan tak ingin mengkhianatinya, sedangkan selama proses menanti itu, ada banyak iklan yang mampir, maksud saya teman-teman yang ingin memperkenalkan kawannya, tapi kepada semua saya katakan “maaf, saya sedang menanti seseorang”, tapi nyatanya sekarang semua sia-sia …, hilang sudah waktu-waktuku... kini... hanya ada rasa yang mengganjal dihati ini…. Yasudahlah, saya pun tidak akan memaksanya …, lagipula dia juga telah berulang-ulang minta maaf…”

“Hmm… Pasti sakit banget ya Mas? Celetuk Radyan
“Ya pastilah Yan…” sahut Neng Tyas yang daritadi hanya mendengarkan saja, “masa’ kamu sudah lupa dengan kisah Sang Pemanah di Bengkel Elkahfie ’50 yang dulu..?” Lanjut Neng Tyas "Kamu dapat melesatkan anak panah..., lalu mencabutnya kembali. Tak peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada. Luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik...!!"

“Itu salahmu sendiri…” kata Mas Tirto
Loch koq jadi saya yang salah…?” kata Lilo dengan nada terkejut “kesalahan saya dimana Mas..?”
“Di hatimu sendiri…” jawab Mas Tirto “kalau Nabi Musa as, pernah dikecewakan apalagi kamu yang bukan Nabi, keponakan Nabi juga bukan …”
Eit… sebentar Mas” potong Indra
“Ada apa Ndra…??” tanya Mas Tirto
“Jangan dilanjutkan dulu Mas…, saya mau kebelakang sebentar, sudah tidak tahan nich Mas…” jawab Indra, seakan tak ingin ketinggalan cerita
“Kamu ada-ada saja, yasudah cepetan pergi sana…”
Indra segera pergi menuju kamar kecil,  dan buru-buru kembali ke tempatnya
Setelah Indra kembali, Mas Tirto segera melanjutkan ceritanya lagi.

“ketika itu Nabi Musa as, diperintahkan oleh Allah SWT, pergi ke bukit thursina untuk menerima wahyu (Kitab Taurat), sedangkan umatnya diserahkan kepada saudaranya yang bernama Nabi Harun as, dalam kesempatan itu telah digunakan oleh Samiri (tukang sihir yang pandai) untuk membuat patung dari emas yang berbentuk anak lembu. eh.. patung itu bisa berbunyi mirip dengan suara lembu, lantas mereka menyembah patung anak lembu buatan Samiri itu… sedangkan Nabi Harun sudah melarang mereka tapi mereka menentang larangan Nabi Harun, tapi apalah daya, Nabi Harun juga manusia. Dan ketika Nabi Musa as, kembali dan mendapati kaumnya menyembah patung anak lembu, Nabi Musa as, marah-marah kepada Nabi Harun as…. Sampai memegang janggut dan kepala Nabi Harun as, (hal ini menunjukkan begitu besar marahnya Nabi Musa kepada Nabi Harun as, yang diperintahkan untuk menjaga amanatnya). Nah itulah sebagian dari akibat pasrah kepada manusia. Harusnya pasrah itu hanya kepada Allah SWT, bukan kepada manusia. Tentu ceritanya lain lagi jika Nabi Musa as, menitipkan kaumnya kepada Allah SWT, namun itulah cobaan Allah untuk manusia, ia dapat melewatinya cobaan itu atau tidak?… hanya kepada Allah-lah, kita kembalikan segala urusan. Laa haula walaa quwata illa billah…


“Hmm… begitu ya Mas…” kata Lilo sambil manggut-manggut
lantas Mas Tirto melanjutkan ...,
Bukan cuma itu ..., Rasulullah Saw, pun pernah dikecewakan oleh Bilal ...,
"Diriwayatkan dari Abu Qatadah r.a, yang berkata: Pada suatu malam kami menempuh perjalanan bersama Nabi Saw, sebagian orang mengatakan: “Ya Rasulullah! Sebaiknya kita beristirahat menjelang pagi ini.” Rasulullah Saw, bersabda: “Aku khawatir kalian tidur nyenyak sehingga melewatkan shalat subuh.” Kata Bilal : “Saya akan membangunkan kalian.” Mereka semua akhirnya tidur, sementara Bilal menyandarkan punggungnya pada hewan tunggangannya, namun Bilal akhirnya tertidur juga. Nabi Saw, bangun ketika busur tepian matahari sudah muncul. Kata Nabi Saw: “Hai Bilal! Mana bukti ucapanmu?!” Bilal menjawab: “Saya tidak pernah tidur sepulas malam ini”. Rasulullah Saw, bersabda: “Sesungguhnya Allah mengambil nyawamu kapanpun Dia mau dan mengembalikannya kapanpun Dia mau. Hai Bilal! bangunlah dan suarakan adzan.” Rasulullah Saw berwudhu, setelah matahari agak meninggi sedikit dan bersinar putih, Rasulullah Saw, berdiri untuk melaksanakan shalat." (HR. Bukhari)

"Janganlah hatimu mengatur, karena kamu tidak akan bisa mengurus urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT”Mestinya kamu menyadari, siapa kamu ...?
Dimana kamu ...?
Bagaimana seharusnya kamu ...?
Sadarkah kamu ...? Bahwa Allah menghadirkan berbagai macam cobaan dan ujian dalam hidup ini untuk membantu kita agar lebih mengenal, memahami dan menemukan kemampuan diri kita yang sebenarnya. Allah pun selalu memberikan pertolonganNya di saat kita sedang kewalahan. Pertolongan- pertolongan yang kadang tidak terlihat, namun terasa begitu nyata. Adanya semangat, kesabaran, kekuatan, dan harapan yang sangat besar, bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang begitu dekat. Seperti janjiNya dalam Al-Qur’an إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًۭا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyraah: 6)
Jadi untuk yang telah hilang, lupakan saja…
“Karena apapun yang menimpamu bukanlah suatu yang salah sasaran sehingga menimpamu …
Dan apapun yang hilang/ lepas darimu, hal itu memang bukan bagianmu/ bukan untukmu …”
Nikmatilah proses kehidupan ini, lakukanlah yang terbaik, dan rasakan kehadiran petunjukNya.

Tiba-tiba adzan maghrib berkumandang…
Mas Tirto pun mengakhiri ucapannya dan mempersilahkan para tamunya menikmati ta’jil yang telah dipersiapkannya
Monggo…. Monggo….

Rabu, 07 Maret 2012

Jangan Menjadi Orang Kelima

Neng Tyas duduk sendirian sambil membaca koran yang baru ia beli di penjual koran keliling....
Mas Tirto menghampiri Neng Tyas dengan membawa kopi yang masih panas,
"Radyan sama Indra kemana ya Neng? tumben jam segini koq belum nongol?" tanya Mas Tirto
"tidak tahu saya Mas, mungkin masih sibuk barangkali ...." jawab Neng Tyas

beberapa saat kemudian ....
"Assalamu'alaikum ...." ucap Radyan dan Indra hampir bersamaan
"Wa'alaikumussalam Warahmatullah ...." jawab Mas Tirto yang hampir bersamaan pula dengan Neng Tyas
lalu keduanya mencari tempat duduk di dekat Neng Tyas, sedangkan Mas Tirto kembali menyelesaikan rutinitas tugas-tugasnya yang belum kelar
"pas ...." kata Indra mengawali ocehannya
"apanya yang pas ..., Ndra?" tanya Radyan
"pas kita datang, pas ada kopi ..., hehee ...."
"ini namanya rejeki ..., rejeki dari Allah buat kita Ndra ..., Alhamdulillah" timpal Radyan
"sruuup...." setelah nyruput Indra berlari keluar, memuntahkan kopi yang ada dimulutnya
"kenapa Ndra ....?"
"rasanya koq pahit, Mas Tirto ga' ikhlas barangkali ....??" jawab Indra
"nyruputnya sambil memandang aku, pasti manis Ndra .... aku kan manis ....?!" kata Neng Tyas, dengan sedikit manja, diiringi senyumannya yang khas
"kamu main sruput aja sich Ndra ..., sebelum minum kopi tu, kamu mesti kirim hadiah fatihah dulu pada penemu wedhang kopi, biar otakmu encer, ga' buthek seperti lethek, kalau disruput juga enak ..." kata Radyan
"kamu ada-ada saja Yan ..., mau minum kopi aja harus kirim do'a dulu, keburu dingin kopinya Yan, lagian aku juga ga' kenal sama penemu wedhang kopi"
Tiba-tiba Mas Tirto duduk disamping Indra, dan langsung mengaduk kopi yang ada di depannya ....
"Oooo... pantesan pahit ..." kata Indra, "kopinya belum diaduk"
"Makanya kalau mau minum itu izin empunya kopi dulu Ndra, kan belum kupersilahkan" kata Mas Tirto sembari tersenyum ....
"kalian darimana saja ...? koq baru nongol ...?"
"kami habis dari jalan-jalan Mas ..., nyari angin" jawab Indra
"hari ini ada berita apa Neng ....?" tanya Radyan
"hmm... ada maling tertangkap Yan" jawab Neng Tyas "maling sandal di masjid kemarin lusa itu loch, yang kamu kejar sampai disini, truss kamu dituduh maling itu loch,  dia tertangkap saat mencuri kotak amal di masjid begini nich alasan maling kalau sudah tertangkap, yang alasan terpaksalah, untuk nafkah anak dan istri, hmm ..., terpaksa koq terus-terusan, buat anak koq rejeki haram, katanya nyari yang halal susah"

"dahulu kala ..., disebuah negeri yang menerapkan hukum islam ada sebuah kisah menarik ..., kalian mau dengar ceritanya ...?" kata Mas Tirto mengawali ceritanya
"mau Mas, justru cerita-cerita itu yang bikin kami betah di warung ini ...." kata Indra 
"kalau begitu, simak baik-baik ya? jangan ada yang ngomong, apalagi bengong ..., diam dan dengarkan, tahan nafas kalian jika memang diperlukan ...."
"Mas, ceritanya kapan dimulainya kalau sampeyan bercanda terus...??" kata Radyan yang sudah tak sabar
"begini ceritanya ..., dahulu kala, disebuah negeri yang menerapkan hukum Islam, ada seorang maling yang sudah beberapa hari tidak dapat mangsa, berarti dalam beberapa hari itu ia tidak dapat pemasukan, semakin hari ia semakin gelisah. Mau mencuri ..., dia ragu-ragu, dia takut tertangkap, nyali-nya sudah mulai menciut, kalau sampai tertangkap hukumannya kan potong tangan. Kalau tidak mencuri ..., dia tidak dapat pemasukan, sedangkan perutnya sudah mulai merasakan lapar. Dia bingung ..., semakin hari ia semakin gelisah .... Suatu hari ia berjalan mengelilingi pasar, mencari mangsa ..., entah sudah berapa kali ia berputar-putar di pasar, namun ia tidak dapat apa-apa, ia terus berjalan hingga mendapati sebuah masjid, ia istirahat di serambi masjid ..., didalam masjid itu ada seorang ulama' sedang memberikan tausiah, yang kemudian diakhiri dengan sesi dialog tanya jawab, banyak dari hadirin yang menyempatkan bertanya, dari persoalan agama/ ibadah, sosial, pekerjaan, hingga permasalahan rumah tangga ..., macam dah .... Ia hanya menyaksikan dari serambi masjid, ia memperhatikan dengan seksama. Dan setelah usai ..., banyak dari para hadirin yang memberikan sumbangan berupa uang yang tidak ditentukan nominalnya sebagai ungkapan terimakasih.
Setelah istirahat di masjid itu agak lama ia beranjak pergi, dan dalam perjalanan pulang terlintas dalam pikirannya 'enak banget tu ulama', hanya menjawab beberapa pertanyaan saja dapat uang begitu banyak, sedangkan aku ..., untuk mencari uang buat makan saja tangan menjadi taruhannya.
Sesampainya dirumah ..., ia duduk termenung, pikirannya tertuju pada masjid tempat ia singgah tadi, terlintas dalam benaknya keinginan untuk menjadi seperti ulama' tadi ..., tapi ia juga bingung bagaimana caranya supaya bisa menjadi Ulama', ilmu agama ia tak mengerti sama sekali. Namun ia memiliki tekad yang kuat, mula-mula ia bertaubat kepada Allah atas semua dosa-dosanya, kemudian ia meniru gayanya ulama' ..., ia mempersiapkan segala keperluannya, berdandan seperti ulama', nada bicaranya yang dulu kasar kini berubah menjadi santun dan bijak seperti ulama', hingga cara berjalannya pun ia meniru seperti jalannya ulama', lebih banyak menunduk (menunjukkan sikap ke-tawadhu'-an), ia tidak lagi melirik dan tidak lagi menoleh kekanan dan kekiri seperti saat ia menjadi maling ..., keesokan harinya ia pergi menuju masjid, ia mulai mengikuti pengajian yang dibina oleh ulama' idolanya, satu hari ..., dua hari ..., tiga hari ..., ia aktif mengikutinya, ia juga aktif mencatat, hingga seminggu berlalu, ia baru berani membuka pengajian sendiri dirumahnya, awalnya yang mengikuti pengajiannya hanya beberapa orang saja, lama-lama banyak juga orang yang mengikuti pengajiannya, dan banyak juga yang bertanya macam-macam persoalan dan permasalahan, tapi ada syaratnya yang bertanya harus membayar sejumlah uang, nominalnya juga tidak ditentukan ..., setiap ada pertanyaan ia bilang insya Allah besok akan saya jawab ..., karena ia akan bertanya dulu pada ulama' idolanya, jadi jawabannya menunggu besok setelah ia mendapat jawaban dari ulama' ..., karena terlalu seringnya orang bertanya, dan kadangkala pertanyaan/ permasalahan orang kan sama hanya beda waktu dan tempat serta pelaku saja, dan karena ia juga rajin mengikuti pengajian dan bertanya tentang masalah kehidupan sehari-hari, lama-lama ia jadi pandai tentang agama, ia menjadi ulama' beneran."
"waah ... hebat, aku mau jadi ulama' juga kalau begitu Mas" kata Radyan
"aku juga mau jadi ulama'." sahut Indra tak mau kalah
"iiihh ..., kalian ingin jadi ulama'...?? :) hahaa..., kurangin dulu porsi makannya, masih suka main-main koq mau jadi ulama'." ledek Neng Tyas
"jangan gitu dong Neng, yang mantan maling saja bisa jadi ulama', masa' aku ga' bisa ...??" kata Indra
"Neng Tyas ini bagaimana, bukannya mendukung ..., eh malah menciutkan nyali saja ..., mungkin didunia ini saya hanya menjadi seorang blantik, siapa tahu diakhirat kelak jabatan saya bisa naik menjadi blantik syafa'at" kata Radyan
:) hehee... Kali ini Mas Tirto tersenyum agak lebar

"Ulama' adalah pewaris Para Nabi Al-ulama'u warotsatil anbiya' ...,  Para Nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka (Para Nabi) wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan Para Nabi tersebut.
Karena itu Rasulullah Saw, bersabda dalam sebuah hadits "jadilah kamu orang yang mengajar, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan, atau orang yang mencintai, dan jangan engkau menjadi orang yang kelima, maka nescaya engkau binasa" HR. Ad-Darimi, At-Thabrani ....

"maksudnya bagaimana Mas ...?" tanya Neng Tyas
"maksudnya jadilah kamu seorang yang 'alim/ ulama' (orang yang pandai), sehingga kamu dapat mengajari orang lain. Apabila belum sampai pada tingkat pandai, jadilah kamu penuntut ilmu/ seorang yang belajar kepada orang lain yang lebih pandai, baik formal maupun non formal. Apabila kesempatan yang kedua ini tidak ada karena biaya atau karena waktu atau mungkin karena usia, Maka jadilah pendengar saja melalui majlis taklim, atau melalui radio, televisi atau media-media lainnya yang membahas tentang ilmu, bukan acara hiburan loch ya ...!!, dan jika alternatif-alternatif tadi tidak memungkinkan, maka jadilah pecinta/ orang yang mencintai ulama' / orang yang mengajarkan ilmu, mencintai pelajar/ penuntut ilmu/ orang yang sedang belajar, dan mencintai pendengar ilmu/ orang yang mendengarkan tentang ilmu. janganlah menjadi orang yang kelima"

"kalau orang yang kelima itu orang yang bagaimana Mas ...?" tanya Indra
"iya Mas ..., kenapa tidak boleh menjadi orang yang kelima ...? sahut Radyan ingin tahu
"karena orang yang kelima itu adalah bukan orang yang 'alim / ulama' (orang yang tidak pandai) sehingga tidak dapat mengajari, udah gitu tidak mau belajar (tidak mencari ilmu), menjadi pendengar saja juga tidak suka, lebih-lebih orang itu tidak cinta kepada ulama', tidak cinta kepada orang yang sedang belajar dan tidak suka mendengarkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dan yang lebih parah lagi jika sampai orang itu menanamkan kebencian kepada empat orang tadi"
"hmm ..., ternyata saya masih jauh dari tingkat ulama' ...." kata Indra
"terus gimana Ndra, cita-cita menjadi ulama'nya tadi?" tanya Neng Tyas 
"gimana mau jadi ulama', belajar saja saya tak mampu, sudah terhalang waktu dan usia katanya belajar diwaktu muda itu bagai mengukir diatas batu, belajar diwaktu tua bagai mengukir diatas air, jadi saya sudah terlalu sulit untuk menghafalkan ilmu, untuk menjadi pendengar saya juga kesulitan, sudah terlalu sibuk atau sok sibuk, jadi alternatif terakhir menjadi pencinta ahli ilmu, nah ..., kalau yang ini cocok dengan saya, saya bisa cinta kepada ulama', cinta juga kepada orang yang belajar dan mendengarkan sesuatu tentang ilmu, tapi saya paling cinta kepada orang yang belajar/ pelajar"
"koq bisa begitu ...?"
"ya bisa-lah Neng, karena pelajar dikampus sebelah itu mahasiswinya cantik-cantik, jadi saya cinta sama mereka" jawab Indra penuh semangat 
"iiihh ..., dasar"

Hari sudah menjelang siang ..., warkop Mas Tirto sudah mulai dipenuhi pengunjung
obrolan mereka pun berakhir, mereka bergegas membantu Mas Tirto mengaduk kopi dan melayani para penikmat kopi ....

Minggu, 12 Februari 2012

Si Bandel

Sambil mengaduk kopi, mulut Mas Tirto komat-kamit menirukan lantunan nasyid diradio kesayangannya, tanpa ia sadari kepalanya pun ikut bergeleng-geleng, seakan hanyut dalam iramanya.
lain hal-nya dengan Neng Tyas, dia tampak asyik dengan ponselnya yang baru ia beli di kaki lima, tanpa menghiraukan kedua sahabatnya yang sedang ngobrol serius.
Mas Tirto menghampiri mereka sambil membawa kopi yang baru di buatnya.
"hati-hati, masih panas Yan. jangan main sruput aja"
"hehee...iya Mas"
"kalian sedang membicarakan apa? koq kelihatannya serius amat?" tanya Mas Tirto
"tentang tetangga baru saya itu loch, punya anak koq bandel banget, sulit diatur, sampai-sampai Pak kumis, bapaknya si anak yang kelihatannya galak, yang tatapannya seperti harimau yang belum jinak, sudah angkat tangan, ga' bisa ngatur anaknya sendiri, tadi sore Pak kumis cerita pada saya, semacam curhat gitu Mas untuk mencari solusi maksudnya. kemarin lusa, Pak Kumis dipanggil kepala sekolah tempat anaknya belajar, kata Pak Kepala Sekolah anaknya Pak Kumis terlibat tawuran, akibatnya dia dikeluarkan dari sekolahnya."
"hmm,, barangkali faktor lingkungan Ndra?" sahut Neng Tyas
"lingkungannya baik koq Neng, tapi dari baiknya lingkungan itu tidak menjadikan bandelnya hilang, malahan makin bandel saja, sudah berkali-kali pindah sekolah, pindah rumah/ tempat tinggal, tapi hasilnya.. ga' jauh beda, sama, ga' berubah"
"orang tuanya bagaimana?" tanya Mas Tirto
"kalau orang tuanya saya kurang tau Mas, saya tidak ingin su'udzon"
"orang tua juga berpengaruh ya Mas?" tanya Radyan
"tentu saja, ada sebuah kisah begini" kata Mas Tirto mengawali ceritanya. "Suatu hari, ada seorang lelaki datang menghadap Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Ra. lelaki itu melaporkan kepada beliau (Khalifah Umar) tentang kedurhakaan anaknya. lantas Khalifah Umar memanggil anak yang dikatakan durhaka itu dan memberinya nasehat, mengingatkan sang anak terhadap bahaya durhaka pada orang tua. setelah dinasehati, kemudian anak itu bertanya kepada Khalifah Umar “Wahai Amirul Mukminin bukankah seorang anak juga mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh orang tuanya?”
“Ya, ada” jawab Khalifah.
“Apa saja hak bagi anak?” tanya anak itu. 
“1.Ayah wajib memilihkan ibu yang baik buat anak-anaknya,
2.memberi nama yang baik dan 3. mengajarinya Al Qur’an.” jawab Khalifah Umar.

Lantas sang anak berkata “Wahai Amirul Mukminin. Tidak satupun dari tiga perkara itu yang ditunaikan ayahku. aku dilahirkan oleh seorang ibu Majusi, ayahku memberiku nama Ja’l, dan ayahku tidak pernah mengajariku membaca Al Qur’an. Khalifah Umar bin Khatab menoleh kepada ayah dari anak itu dan mengatakan, “Anda datang mengadukan kedurhakaan anakmu, ternyata Anda telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu. Anda telah berlaku tidak baik terhadapnya sebelum ia berlaku tidak baik terhadap Anda”
"nah, sekarang kalian paham??. cari dan pilihlah calon ibu yang baik bagi anak-anak kalian kelak, biar cantik asalkan sholihah, seperti aku" kata Neng Tyas
"maksudnya sampeyan, kalian tuh kalian siapa Neng? kami?" sahut Radyan
"tentu saja kalian, termasuk kalian para pembaca juga yang belum hmm..." jawab Neng Tyas diiringi tertawa kecil nya, :) hehee...
"Ssstt... jangan keras-keras Neng" bisik Indra "yang nulis juga belum hmm..."
seketika meledaklah tawa mereka
"sudah, sudah.. kalian kalau bercanda ga' ada selesainya" kata Mas Tirto, kemudian melanjutkan bicaranya. "dari kisah diatas, yang pertama ibu majusi itu kesalahannya, padahal Rasulullah telah berpesan bahwa: "Seorang wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena kecantikannya, atau keturunannya, atau hartanya, atau agamanya. Hendaknya memilih karena agamanya, agar dirimu selamat." (HR.Bukhari-Muslim)
"dalam hadits yang lain Imam Bukhari dan Imam Muslim juga telah meriwayatkan, Rasulullah Saw Bersabda: “Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah/suci (bertauhid-Islam). Ibu bapaknya-lah yang kelak menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
jadi peran orang tua sangat mempengaruhi si anak, anak adalah amanah Allah kepada ibu bapaknya. Kalau diibaratkan harta yang diamanahkan supaya menjadi modal perniagaan misalnya, maka harta itu semestinya dipergunakan sebaik-baiknya agar modal itu bertambah dan bertambah. Hendaknya ketika diserahkan kepada tuannya/ pemiliknya, harta itu tetap dalam keadaan baik bahkan bertambah. maka dari itu anak-anak mesti dididik yang benar agar keasliannya (fitrahnya) terjamin dan perkembangannya menepati sebagaimana yang diamanahkan. termasuk memberi nama anak yang baik jangan asal-asalan, kalian tau "Ja'l" artinya apa? ja'l itu sebangsa serangga yang baunya menyengat, masa' memberi nama anak seperti itu, kan ga' baik. setelah itu, ajarilah mereka Al-Qur'an (mengaji dan mengkaji) membaca dan mempelajari makna yang terkandung didalamnya, Maka bersiaplah kalian untuk menjadi orang tua dan pengasuh terbaik bagi anak-anak kalian dan keluarga kalian. sebagaimana telah diperintahkan didalam Al-Qur'an Surat At Tahrim:6



"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
"Insya Allah besok akan saya sampaikan pada Pak Kumis, terimakasih penjelasannya Mas" kata Indra
"emangnya kamu paham/ hafal apa yang disampaikan Mas Tirto tadi?" tanya Radyan
"kan ada Neng Tyas, daritadi Neng Tyas ribet dengan ponselnya, kamu kira ngapain, semua sudah direkam oleh Neng Tyas, iya kan Neng? kata Indra
"mau-ku tadi juga begitu Ndra, tapi aku kan belum paham cara kerjanya ponsel ini Ndra.jangankan merekam, nomor-nomornya temenku hilang semua, aku tadi salah pencet" kata Neng Tyas
Mas Tirto hanya tersenyum dan nyelonong meninggalkan mereka.